Deadline…

Ada secangkir kopi yang baru setengah terminum di meja, sudah lama mendingin, agak basi. Kertas-kertas, alat tulis, gumpalan tisu, dan entah apa lagi berserakan di sekitarnya. Jemarinya terus mengetik dengan cepat, bergerak dengan sendirinya di atas keyboard seperti kesurupan, mengabaikan mata yang lelah dan punggung serta leher yang pegal. Rasanya dia ingin memejamkan barang mata sedetik saja, tapi dia tahu jika begitu waktu akan terlolos dari genggamannya, terlepas saat tidur menyeretnya semakin dalam. Jadi, dia terus memaksakan matanya terbuka, jemarinya mengetik, punggungnya tegak. Dia berargumen bahwa dalam keadaan seperti ini, justru otaknya bekerja lebih cepat, lebih cemerlang, lebih tajam. Saat itu fajar hampir menjelang. Terdengar kokok ayam jago dari pekarangan rumah tetangga di belakang. Sudah dua hari dia seperti ini, belum mandi, lupa makan. Yang diminumnya selama itu hanya kopi, dan sekarang kopi itu pun terlupa, menjadi basi. Dia mengetik dan terus mengetik. Suara TV menyala terdengar lamat-lamat di kejauhan, tidak disadarinya, padahal hanya ada derau statis yang keluar dari sana, layarnya berbintik-bintik hitam putih seolah digerayangi ratusan ribu semut yang mencari sumber gula. Dia menguap sebentar, kantuk masih berusaha menyeretnya, tapi dia terus mengingatkan diri sendiri. Dia bisa bertahan sebentar lagi, tinggal satu halaman sebelum semua ini berakhir. Pada saat-saat seperti ini pula, di tengah tekanan dan kantuk, biasanya dia berjanji pada diri sendiri, untuk tidak lagi menunda-nunda pekerjaan, untuk tidak menerima pekerjaan yang membosankan, bahwa dia bekerja untuk bersenang-senang, bukan untuk mengerjakan sesuatu yang membuat tertekan.  Dia terus mengetik, tinggal satu halaman lagi, sebelum tenggat menjelang.

-nat-

NOTE: lagi belajar soal literary journalism dengan sentuhan creative writing. Intinya itu cerita tentang saya yang sedang dikejar singa mati atau deadline. Saya selalu bergidik ngeri kalau menghadapi saat-saat seperti itu lagi. Apalagi kalo kedapatan kerjaannya yang kurang-mengasyikkan. Hiyyyy… Apa dari tulisan saya bisa kebayang betapa menakutkannya dikejar singa mati itu? Haha…

It Took Some Beating

Nemu kalimat ini di naskah:

As a place to paint, it took some beating.

Menurut cambridge dictionary take some beating

› If something takes some beating, it is so good that it is hard to improve on it

contoh:

His new world record will take some beating.

Jadi ini terjemahan terakhir saya:

Tempat yang tiada tandingannya sebagai tempat melukis. 

-nat-

[Recipe] Strawberry Pie

Di rumah ada stok stroberi berlimpah dan hampir busuk-busuk. Sebagai tindakan penyelamatan, akhirnya dibikin pai (terutama setelah menemukan resep kulit pai/pie crust mudah, dan tanpa telor di sini). Dan berhubung nggak (belum) punya timbangan, jadi saya lebih suka nyontek resep yang pakai ukuran cup. 🙂

strawbery pie ala nanaissance

strawbery pie ala nanaissance

Resep filling-nya sendiri terinspirasi dari sini. Tapi seperti biasa, resep-resepnya saya modifikasi lagi 🙂

Kulit pai / pie crust:

1 cup tepung terigu

1/2 cup margarin (diresep pakai mentega/butter)

Saya mengambil kesimpulan dari berbagai resep yang ada, kalau perbandingan tepung + margarin/menteganya itu 2:1. Untuk 500 gram tepung berarti 250 gram margarin/mentega, dsb, dsb.

2 sdt gula

1/2 sdt garam

5 sdm susu cair dingin (diresep asli pakai air es)

Cara membuat: 

Campur semua bahan kering dalam food processor (kalau adonannya cuma sedikit sebenernya lebih praktis pakai “tangan” atau “garpu”, karena hasil dengan jerih payah untuk bersih-bersihnya nggak sebanding :p), kalau udah nyatu dan adonan membentuk bulir-bulir, tambah susu deh. Bejek-bejek adonan sampai menggumpal. Masukin lemari es, diamkan semalaman.

bahan filling strawberry pie:

Strawberry sekitar 2 cup (berhubung udah hampir busuk, saya pilihin yang bagus-bagus, potong2 kecil, dan bentuknya jadi gak keruan) :p

1/2 cup brown sugar

sejumput Kayu manis bubuk

1/2 cup tepung terigu

1 SDM tepung maizena

1 SDT vanila bubuk

Note: hasilnya sebenarnya terlalu asem (kata suami saya. kalau kata saya sih, nggak), kalau mau, bisa tambah gula putih sekitar 1/4 cup, atau banyakin =brown sugar-nya lagi. Sebenarnya resepnya sesuai selera aja deh. Bisa dicicip2 kurang manis atau kemanisan.

Cara membuat strawberry pie:

1. Campur semua bahan filling, simpan di lemari es, sampai mau digunakan.

2. Keluarin pie crust dari lemari es, ambil sejumput demi sejumput sesuai kebutuhan, ratakan di pinggan tahan panas/ramekin/loyang pai. Saya pakai ramekin ukuran 7.5 x 3 cm dari Dapur Hangus 😀 Tapi pas bikin, pie crustnya ketipisan, jadi pas dicongkel dari ramekin, langsung amburadul. Oiya, sebelumnya loyang/pinggan/ramekinnya dibalur margarin dulu, ya, biar nggak lengket. Kalau liat resep2 yang lain, adonan pie crust biasanya digiling dulu. Kalau saya sih nggak, dibejek2 aja pakai jari di sekeliling loyang/pinggan/ramekinnya. toh nggak keliatan ini :p

3. Tuang bahan filling ke atas pie crust.

4. Sementara itu panaskan oven 180 derajat C.

5. Panggang pie selama kurang lebih 25 – 30 menit.

pie strawberry ala nanaissance

pie strawberry ala nanaissance

Jadi deehhhhhhh… *om nom nom nom*

asemnya paaassss... (menurut saya, ya)

asemnya paaassss… (menurut saya, ya)

-nat-

[Recipe] Caramel Chocolate Latte

Musim hujan telah tibaaa… dan kalau hujan-hujan sore hari enaknya ngapain???

Yak, NGOPI! *Pencinta kopi, mana suaranyaaaa?*

Hari ini saya kepingin coba buat Caramel Latte, tapi karena pakai tambahan cokelat bubuk, saya ubah namanya jadi “Caramel Chocolate Latte”

Ini resepnya, ya…

Bahan:

1 – 2 SDM gula pasir untuk dijadiin karamel (kalau suka, boleh diganti gula palem/palem suiker).

1 cup susu

1 SDM cokelat bubuk, saya baru beli yang merek Tulip Bordeaux, dan lebih enak daripada yang bensdorf.

1 cup coffee consentrate (stok yang saya bikin dengan metode cold brewing), kalau nggak ada, bisa diganti 1-2 sdt kopi bubuk, tapi susunya dibanyakin jadi 2 cup, atau tambah air putih 1 cup.

Cara membuat:

1. Masukkan gula ke panci, panaskan dengan api kecil sampai gula mencair menjadi karamel. Jangan sampai gosong, karena rasanya malah pahit banget.

2. Tuang susu ke dalam cairan karamel. Di sini agak berhati-hati, ya… soalnya airnya memercik ke mana-mana, dan karamelnya mengeras. Jangan khawatir, aduk terus susunya hati-hati, sampai karamelnya larut.

3. Begitu mendidih, tambahkan cokelat bubuk + coffee consentrate. Aduk-aduk sampai rata.

Caramel Chocolate Latte siap diteguk…  sore-sore, hujan-hujan, ditemani dengan camilan yang manis-manis. Huuuaaahhh… nikmat duniaaaa… 🙂

Betewe, kalau nggak mau pakai kopi juga nggak apa-apa, kok. Tetep enakkkkkk… Atau nggak mau pakai cokelat bubuk? Rasanya mirip sama caramel machiato yang ada di warung kopi mahalan itu lhooooo…

caramel chocolate latte by nanaissance

caramel chocolate latte by nanaissance

Yuk dicoba.

-nat-

[Recipe] Angeun Kacang

Naaah… angeun kacang ini makanan favorit suami saya dari dulu. Setelah nikah, dia selalu minta dibuatkan, padahal saya nggak bisa bikinnya dan jarang makan pula yang namanya angeun kacang ini. Saya sendiri udah nanya resepnya ke mama mertua. Beliau cuma bilang, “Gampang, Neng. Masukin ini-anu-itu…” Nggak disebut secara mendetail, masaknya berapa lama, bumbunya berapa banyak, dll, dll. Akhirnya saya browsing dan nemu resep angeun kacang merah dari tabloid Nova, dan baru kesampaian bikin sekarang. Ada yang  nyebut angeun kacang ini sebagai sop kacang merah. Angeun kacang ini adalah makanan khas Jawa Barat yang rasanya lebih mirip sayur asem daripada sop. Jadi menurut saya sih nggak tepat disebut sop.

Trus di resepnya ada yang menambahkan daging. Kayaknya enak tuh pake daging. *ngiler sorangan* ohhh, kata teman saya, kalau pakai daging namanya asem-asem kacang merah. 🙂

Ini dia angeun kacang buatan saya…

angeun kacang by nanaissance

angeun kacang by nanaissance

Masih belum mirip sama buatan mama mertua, sih. Soalnya beliau pakai kacang hitam, dan kacang hitam ini susah didapatkan. Kata beliau memang cuma ada di Garut. :) Angeun kacang ini semakin enak kalau sudah dipanaskan berkali-kali. Nah, kalau pakai kacang hitam, kuahnya akan mengental dan menghitam, dan itulah bagian terenak dari angeun kacang buatan mamamer. Saya coba pakai penghitam dan pengental buatan, yaitu dengan menambahkan kecap. Enak, sih. tapi tetep aja rasanya nggak sama…

Oiya, kalo nggak abis. Kacangnya bisa digoreng, lho. Kriuk-kriuk gurih gitu. 🙂

Ini resep versi saya, ya… nggak ada bedanya sama yang di sini, cuma saya tambahin kecap manis 1 sendok makan.

Bahan:

250 g kacang merah

900 ml air matang (kalau saya pakai kaldu ayam juga, 300 ml kaldu + 600 ml air matang)

1 lbr daun salam

1 cm lengkuas, iris

2 bh cabe merah, potong 2 cm

2 batang daun bawang, potong 2 cm

1 bh tomat, belah 8

5 siung bawang merah, iris

2 siung bawang putih, iris

1/2 sdt terasi (saya pakai 1/2 sachet terasi  merek M*masu*a)

Garam, sesuai kebutuhan

1 sdm air asam jawa

1 bongkah gula merah (atau sekitar 1,5 – 2 SDM)

1 SDM kecap manis.

Cara membuat saya ikutin dari sini. Ada tip dan trik-nya soalnya.

Angeun kacang siap disantap pakai nasi panas. Nyam…dan tambah enak kalau ditambah tempe goreng, ikan asin, dan sambal terasi. Mantap.

Yuk makan siang…

-nat-