Sudah lama saya penasaran pengen bikin biang roti (alias madre alias sourdough/adonan asam), yang konon rasa rotinya jadi lebih aduhaayyy… wanginyaaaaaa… Dulu, sebelum ada ragi instan, sourdough inilah yang digunakan untuk mengembangkan adonan roti. Tapi… karena cara pembuatannya yang rada lama dan makan waktu, metode adonan asam ini lambat laut mulai ditinggalkan. Sourdough starter ini katanya “harga mati” kalau mau bikin roti tipe keras (alias hard bread), walaupun kata saya, pake ragi instan pun enak-enak aja.
Jadi… mari kita mulai.
Cara bikin sourdough ini macem-macem. Ada yang pakai jus buah, ada yang pakai tape, ada yang pakai bantuan ragi instan. Tapi saya ngikutin resep dari sini, cuma tepung dan air.
Seperti biasa, resep saya “modifikasi” sedikit, setelah mendapat beberapa pencerahan dari teman-teman saya.
DAY 0 (19 OKTOBER 2014 – 20.00):
Siapkan wadah yang sudah disterilkan (saya pakai botol bekas, disiram air mendidih). Siapkan takaran (bisa juga pakai ukuran gram, jadi siapkan timbangan bila perlu, berhubung nggak punya, saya pakai takaran biasa).
Campurkan 1/2 cup tepung gandum utuh + 1/2 cup air suam-suam kuku, aduk rata. Sebenarnya bisa pakai tepung apa aja. Bisa pakai tepung serbaguna, tepung gandum, tepung rye dsb. Tapi konon, kalau pakai tepung gandum, adonannya jadi lebih stabil (konon, lohhhh… ceuk batur), jadi saya pakai tepung gandum.
Diamkan 12 jam di tempat hangat (tapi jangan terlalu panas, soalnya si “bakteri” bisa mati), tutup dengan kain kasa (atau kayak saya, pakai plastik yang dilubangin atasnya)
Tanggal 20 Oktober 2014, jam 08.00, tambahkan 1/4 cup tepung (saya pakai cakra kembar) + 1/4 cup air kemasan. Setelah 12 jam ini, aroma si adonan mulai menguarkan bau basi.
Diamkan 12 jam lagi.
DAY 1 (20 OKTOBER 2014 – 20.00):
Sudah 24 jam sejak sourdough yang saya beri nama MADRE ini dibuat (oiya, teman2 saya bilang sebaiknya si sourdough ini diberi nama, soalnya dia “hidup”, dan harus sering2 diajak ngobrol. Sama aja sih kayak nanam tanaman. Saya pilih nama MADRE karena saya nggak kreatif. :p)
Ini penampilannya:
Seperti biasa, tambahkan 1/4 cup terigu + 1/4 cup air, aduk rata. Nahhh… kalo orang lain di sini, adonannya dibuang sebagian. Katanya sih, supaya pas adonannya “mengembang” si MADRE ini gak luber. Tapi kalo saya, nggak saya buang. Sayang soalnya XD. Kemudian, diamkan selama 12 jam lagi
12 jam kemudian (21 Oktober 2014, 08.00), tambah lagi 1/4 cup terigu + 1/4 cup air. Diamkan selama 12 lagi.
DAY 2 (21 OKTOBER 2014, 20.00)
Metode di Day 0 – Day 1 diulang lagi (setiap 12 jam, si Madre dikasih makan)
agak panik juga, kenapa ada cairan di atasnya. Takutnya si Madre mati dan busuk. Ternyata kata teman saya sih bukaaannn… *fyuh* itu tandanya kebanyakan kasih air. jadi air yang di atas itu tinggal dibuang aja.
12 Jam kemudian (22 Oktober 2014, 08.00). Si Madre saya kasih makan 1/4 cup tepung + 1/4 cup air (cairannya belum saya kurangin), takut salah soalnya XD
Nah, pada tahap ini, saya sudah mendapat sekitar 1 3/4 cup Madre. Nanti kalau sudah 2 cup (hari ketiga) saya akan terapkan metode (buang sebagian + tambah sebagian. Misalnya: buang 1/2 cup Madre, tambahkan 1/2 cup tepung+1/2 cup air).
DAY 3 (22 OKTOBER 2014 – 20.00)
Yaayyy… si Madre sudah menguarkan bau pisang kematengan. Hore… hore… hore… i’m on the right track.
DAY 4 (23 OKTOBER 2014 – 20.00)
Saya skip kasih makan 12 jam sekali, jadi 24 jam sekali. Ini foto si Madre nan harummmmm… sebelum dikasih makan, saya buang 1/2 cup si Madre, baru tambah lagi 1/2 cup tepung, 1/2 air.
DAY 5 (24 OKTOBER 2014 – 20.00)
Step by stepnya nggak usah diceritain lagi, ya… sama kayak day 4